Jumat, 12 Agustus 2011

Sejarah Sumatera Barat- Dari Jepang hingga Agresi

Peristiwa Penting Menjelang Kemerdekaan di Sumatera Barat
            Perjalalanan panjang bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, baik dari bangsa Belanda maupun dari bangsa Jepang. Sebelum Jepang berkuasa di Indonesia, rakyat telah dibuat menderita oleh kekejaman bangsa Belanda. Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan merampas hasil bumi kita, rakyat dijadikan budak perdagangannya. Melalui VOC Belanda menguras semua hasil bumi bangsa Indonesia. Baik di Jawa maupun di Sumatera termasuk di wilayah Timur Nusantara. Yang melatar belakangi bangsa Belanda dan bangsa – bangsa Eropah lainnya datang ke bumi pertiwi  adalah karena keadaan ekonomi dan politik di Eropah yang sedang memanas. Kalau ditinjau dari sejarah Belanda merupakan Negara kecil di Eropah yang selalu mendapat tekanan oleh bangsa Perancis dan Inggris, karena persaingan politik dan ekonomi di Eropah sehingga Belanda mengalihkan perhatiannya ke negara- negara  Timur. Karena terkenal dengan kesuburan tanahnya dan cocok sekali untuk digarap untuk kepentingan negaranya. Kekacauan di Eropah mengancam keadaan ekonomi negara Belanda. Untuk mewujudkan perdagangan yang ditangani oleh VOC maka perlu didukung dengan kekuatan militer, oleh karena itu Indonesia adalah negeri yang cocok untuk menjalankan politik imperialismenya.
            Akibat terjadinya perang Timur Raya  dimana Jepang merupakan negara yang terkuat di seleruh wilayah timur. Sehingga seluruh daerah  jajahan yang sebelumnya dikuasai oleh Belanda dan bangsa Eropah lainnya jatuh ke tangan Jepang. Sekarang Jepang yang berkuasa, khususnya kita ceritakan bangsa Indonesia. Seluruh kekuasaan Belanda di seluruh Nusantara terancam habis, sehingga Belanda kasak kusuk mengumpulkan orang-orang yang mau bergabung dengannya untuk melawan Jepang. Tetapi kita hanya menceritakan peristiwa yang terjadi di Sumatera Barat dan khususnya Pesisir Selatan semasa Penjajahan Jepang sampai saat Agresi Belanda (1947 – 1949).

Runtuhnya Kekuasaan Belanda 
            Pada saat Belanda sedang menghadapi keruntuhannya, mereka meminta kesediaan rakyat Sumatera Barat untuk bersama-sama menghadapi Jepang. Tetapi rakyat menolak, karena orang-orang kita menginginkan Belanda hengkang dari bumi Minangkabau. Rakyat diajak untuk membumi hanguskan negeri ini, tetapi rakyat tidak menghiraukan ajakan orang Belanda tersebut. Malah yang terjadi di Padang Panjang dibentuk sebuah organisasi yang akan mengibarkan Sang Saka Merah Putih ( Maret 1942). Organisasi tersebut bernama “ Komite Menegakkan Merah Putih” yang dipimpin oleh Khatib Suleiman dan Leon Salim. Begitu terdengar penyerahan Belanda kepada Jepang, badan tersebut mulai bergerak dengan satu pernyataan kepada Belanda dan Jepang bahwa “Indonesia itu ada” dan tidak dapat diserahkan kepada pihak lain seperti layaknya “barang”. Misi tersebut gagal karena ada musang berbulu ayam alias pengkhianat, sehingga enam orang putra Sumatera barat ditangkap Belanda dan diadili di Kotacane dengan tuduhan subversi,  mereka itu adalah : Khatib Suleiman, Leon salim, A. Murad Saad, M.H. St. Rajo Bujang, Khaidir Gazali dan Dt. Mandah kayo.
Pada tanggal 13 Maret 1942 Jepang telah menginjakan kakinya di perbatasan Sumatera Barat, tanpa perlawanan oleh Belanda sehingga tanggal 17 Maret semua kota penting sudah dikuasai oleh Jepang. Serah terima kekuasaan dilakukan di Padang, antara Kolonel Fujiyama (Jepang) dengan  Residen Bosselaar (Belanda).

Jepang Tebar Pesona
            Pada awal kedatangan Jepang di Sumatera Barat memperlihatkan sikap yang ramah dan saling memberikan perhatian antara kedua bangsa. Karena sebelum kedatangan Jepang, mata-matanya sudah menyebarkan pengaruh pada rakyat Minangkabau. Mereka disambut dengan kibaran Merah Putih dan disertai teriakan “Banzai”. Rakyat telah diyakinkan bahwa kedatangan Jepang  ke  negeri kita untuk membebaskan bangsa ini dari kekuasaan Imperialisme Barat. Karena Jepang adalah “pembebas Asia dari kekuasaan imperialism, dengan semboyan Asia untuk bangsa Asia”. Hal ini dapat dibuktikan diizinkan Merah Putih berkibar bersamaan dengan Hinomaru dan Indonesia Raya berkumandang disamping Kimigayo.
            Bukti keramahan yang lainnya adalah diizinkannya  Komite Rakyat berdiri, komite ini didirikan oleh 17 orang tokoh masyarakat diantaranya :
1.      Suska
2.      Mr. Abu Bakar Jaar
3.      Abdullah St. Sinaro
4.      Dr. Hakim
5.      Umar Marah Alamsyah
6.      Mhd. Syafei
7.      Dr. Athos
8.      Yakub Rasyid
9.      Anas St. Mansyur Bumi
10.  Syarif Usman
11.  Ismael Lengah
12.  Ir. Soekarno
13.  Anggota Persatuan Saudagar Indonesi di Padang
Tujuan organisasi ini adalah : membantu Jepang dibidang keamanan dan makanan, mengurangi akses perang terhadap rakyat Sumatera Barat, mendirikan sekolah dan memelihara semangat kemerdekaan.
            Keramahan Jepang tidaklah berlangsung lama, setelah “Pasukan Tempur” diganti dengan “Pasukan Pendudukan”. Inilah awal Jepang menjalankan politik fasisnya, dia mulai memperlihatkan keasliannya seperti yang dilakukan di Negara-negara Asia lainnya. Tangan besi mulai beraksi serta kekerasaan  dan memaksakan kehendak sudah berjalan. Jepang sudah mulai mengatur bangsa kita. Pertama pelarangan terhadap lagu Indonesia Raya, dan melarang pengibaran bendera Merah Putih dan dilanjutkan dengan pemburan Komite Rakyat. Ir. Soekarno sebagai pimpinan Komite dipulangkan ke Jawa atas permintaan Komandan Tentara. Kira-kira waktu tiga bulan saja Jepang di bumi Minangkabau sudah terasa kesulitan oleh rakyat dan mendapat tekanan berat.
            Akhirnya muncullah Khatib Suleiman Cs yang berhasil lolos dari Kotacane dan membawa gagasan baru, yang dituangkan dalam bentuk himpunan sebuah organisasi pemuda yang diberi nama “Pemuda Nippon Raya”. Kelompok ini tidak bertahan lama, karena Jepang mencium bau tidak sedap dari organisasi ini, sehingga dibubarkan kembali, Khatib Suleiman ditangkap. Tetapi memngingat Khatib Suleiman adalah tokoh yang berpengaruh dikalangan pemuda khususnya  maka  dibebaskan kembali.
            Untuk mempertahankan kekuasaan Jepang di Asia Timur Raya, Jepang bekerjasama dengan rakyat dengan jalan membentuk kelompok-kelompok yang akan bertugas membantu Jepang untuk menghadapi perang Asia Timur Raya. Maka dibentuklah barisan-barisan rakyat dengan nama : Kaibodan dan Bogodan sedangkan untuk kaum wanita diikat dengan organisasi “ Anggota Daerah Ibu” , badan ini dibentuk sampai ke tingkat Nagari. Kemudian namanya diganti dengan  “Hahanokai”, kemudian lahirlah istilah “Tonari Gumi” yang disebut juga dengan “ rukun tetangga” tugas wanita-wanita ini adalah menanam kapas dan jarak, kemudian menyumbangkan perhiasan mereka dengan sukarela untuk biaya perang Asia Timur Raya.
            Kemudian daerah yang dikuasai Angkatan Laut dibentuk “Heiho angkatan laut” ( Kaigun Heiho). Kepada pemuda dianjurkan untuk masuk heiho karena dibutuhkan sebagai prajurit cadangan. Sehingga berundinglah Khatib Suleiman dengan tokoh-tokoh Sumatera Barat untuk memanfaatkan kesempatan ini agar pemuda kita mendapatkan pendidikan latihan militer seperti Peta di Jawa. Kemudian Khatib Suleiman bersama para tokoh mendatangi Jepang untuk menyatakan keinginan mereka, yang nantinya akan membantu Jepang untuk memepertahankan Indonesia.

 Terbentuknya Laskar Rakyat :
1.        Giyugun Ko En Bu;          Ketuanya :Khatib Suleiman,     Sekretaris: Suska dibantu oleh Dt. Simarajo
2.         Kelompok-kelompok Ilegal; yang berkumpul berdiskusi tentang kebenaran kemenangan Jepang di Asia Timur Raya. Jumlah kelompok ini adalah 5 kelompok. Kelompok yang di Padang dipimpin oleh : Bakar Yusuf, Pariaman: Zainul Abidin B.S dan Wali Ahmad Suleman, Payakumbuh: Lauf, Bukittinggi: Syamsuddin dan Abbas Rahman, Padang Panjang: Bainar


Akhir Kekuasaan Jepang
            Akibat penyerangan terhadap Hiroshima dan Nagasaki oleh Sekutu Amerika Serikat, Jepang tidak berdaya. Dan Jepang menyerah tanpa syarat terhadap Sekutu. Pada tanggal 14 Agustus 1945. Berita ini disampaikan oleh Mohd. Hatta kepada tokoh-tokoh pejuang Sumatera Barat. Bung Hatta ditunggu oleh oleh St. Syahrir di rumah Mohd. Hatta, mereka membicarakan perihal Kemerdekaan Indonesia selanjutnya Syahrir mendesak Bung Hatta untuk segera mengumumkan Kemerdekaan Indonesia tidak atas nama PPKI tetapi Bung Karno mengumumkan atas nama rakyat Indonesia. Dalam hal ini Hatta tidak dapat memutuskan dan mengajak Syahrir untuk bertemu Bung Karno dan merundinmgkannya, tetapi Bung Karno tidak dapat memenuhi tuntutan Syahrir. Menjelang 2 hari sebelum hari Kemerdekaan masih terdapat perbedaan antara kelompok pemuda, tetapi karena satu tujuan yaitu Indonesia Merdeka akhirnya dapatla kesepakatan untuk segera diumumkan Kemerdekaan Indonesia yang diwakilkan kepada Sukarno-Hatta atas nama rakyat Indonesia.
            Berita Kemerdekaan ke Sumatera Barat tidak disampaikan secara resmi, karena kantor berita disegel oleh Jepang. Berita Proklamasi berhasil diseludupkan ke Domei dan disiarkan tanpa menghiraukan ancaman Jepang. Berita ini dapat dimonitor di Sumatera Barat oleh pegawai PTT yang bekerja di Domei Bukittinggi,
            Berita Proklamasi tersebar diseluruh penjuru Sumatera Barat antara lain :
1.      Bukittinggi
Pada tanggal 17 Agustus 1945 malamnya seorang pegawai PTT yang bernama Ahmad Basya yang bekerja di kantor Domei dapat menangkap berita Proklamasi yang disiarkan kantor Domei Jakarta. Lalu berita itu diketik oleh Asri Aidid gelar St. Rajo Nan Sati sebanyak 10 rangkap, secara hati-hati dibawanya keluar gedung dan ditempelkan di tempat-tempat penting di Bukittinggi pada malam itu juga. Esoknya terbaca oleh beberapa orang lalu menyebar dari mulut ke mulut. Dan juga disampaikan kepada Adinegoro, waktu itu Adinegoro menjabat sebagai sekretaris Chuo Shangiin. Tetapi Adinegoro masih ragu-ragu, sehingga sekelompok pemuda pada tanggal 18 Agustus 1945 meminta kembali surat kawat itu dan menyerahkan kepada Mhd. Safei (19 Agustus 1945), sorenya Mohd. Syafei mengadakan rapat di Padang Panjang di rumah dr. Rasyidin. Hadir di pertemuan itu adalah : Khatib Suleiman. Kemudian dibuat keputusan untuk memperbanyak berita itu dan disebarkan secara diam-diam ke berbagai instansi serta masyarakat.
2.      Padang
Di Padang berita tentang Proklamasi diketahui oleh pegawai PTT yang bekerja di kantor Radio di Jalan Belatung (sekarang Jalan Jenderal Sudirman). Yang mengetahui berita tersebut adalah Aladin Cs,  secara sembunyi-sembunyi Aladin menyampaikan kepada Arifin Alief, Sidi Bakaruddin, Isamel Lengah dan pemuda lainnya. Setelah menerima berita itu beberapa pemuda melakukan pertemuan yang mana pertemuan terrsebut diadakan secara berkelompok, ada satu kelompok mengadakan pertemuan di Sawahan 5 dan ada juga di rumah Munir Latif, dan kelompok Jahya Jalil melakukan konsultasi dengan  Abdullah dan Mr. St. Moh. Rasyid serta dr. Atos. Dari beliaulah muncul dorongan untuk menyebar luaskan berita tersebut. Tanggal 19 Agustus 1945 diadakan pertemuan di Pasar Gadang dengan maksud untuk memperbanyak berita dan langkah selanjutnya untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang
3.      BPPI
Pada pertemuan di Pasar Gadang belum mendapatkan jalan keluar bagai mana cara untuk bertindak setelah berita Proklamasi, maka tanggala 25 Agustus diadakan lagi pertemuan di Pasar Gadang. Dalam pertemuan itu Ismail Lengah mengatakan bahwa kemerdekaan tanpa pemerintah itu adalah nonsen. Oleh sebab itu segera diambil alih kekuasaan dari tangan Jepang, Sho Chokan ketika itu adalah Jeno Kenzo. Kemudian direncanakan untuk mengambil alih jabatan tersebut, setelah berunding dan disepakati yang cocok menduduki jabatan Residen adalah Mohd. Syafei (ketika itu sedang menjabat ketua Chuo Sangiin dan ketua Seikaiganshu Hokokai). Mengenai pengangkatan Residen ini Jaya Jalil telah menghubungi Shu Chokan, pada prinsipnya Shu Chokan tidak keberatan tetapi dia mendapat instruksi dari pimpinannya tidak boleh ada perubahan apapun di Indonesia sampai Sekutu tiba.
Para pemuda terus melakukan upaya agar dapat mengambil alih kekuasaan dan mengibarkan Merah Putih, Maka mereka mengadakan rapat lagi untuk mendukung sepenuhnya  Proklamasi 17 Agustus 1945, dan rapat memutuskan akan mengirim  beberapa orang untuk menghubungi Mohd. Syafei yang saat itu sedang berada di rumah A. Muluk (Alang Lawas No.9). Hasil lain dari pertemuan pemuda tersebut adalah terbentunya “Balai Penerangan Pemuda Indonesia” dengan Markas beralamat di Pasar Gadang di depan Masjid. Susunan pengurus BPPI adalah :
Ketua I             : Ismail Lengah,   
Ketua II            : Soeleman
Setia Usaha     : Nasroen A.S dan Jahya Jalil
Bendahara      : Dahlan J. St. Mangkuto
Perbekalan      : Ilyas Jakub, Keamanan: Burhanuddin,
Kesehatan       :dr. Nazaruddin,    Penerangan   : Rusdi,
Koordinator     : Kasim Dt. Malilit Alam
Perhubungan  :Syarif Usman,  Bgd. Azis Chan,  Khatib Suleiman,  Mr.  Nazaruddin
Pembantu       : Jamaluddin, Muchtar Thaib, Jazid Abidin, , Syarief Gani , dll.
4.      Payakumbuh
Berita Proklamasi di Payakumbuh bersumber dari tokoh masyarakat yang datang dari Bukittinggi dan Padang sehingga meluas ke seluruh masyarakat dari mulut ke mulut.
5.      Solok
Rakyat Solok telah menerima kabar Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 dari siaran radio yang dapat ditangkap ketika Proklamasi dibacakan. Maka para pemimpin Solok tanggal 18 Agustus segera mengadakan rapat untuk menyusun rencana selanjutnya, yang paling utama adalah menyebar luaskan berita tersebut. Rapat hari itu tertunda, karena  ada panggilan dari Jepang, dalam pertemuan itu Jepang menjelaskan bahwa Indonesia memang telah mengumumkan kemerdekaannya tetapi tidak usah ikut-ikutan. Maka Marah Adin (menjabat ketua Ko En Bu Solok) mengundang 20 orang bekas perwira Giyugun dan pemuda-pemuda untuk rapat dalam rangka menyambut Proklamasi. Hasil keputusan rapat tanggal 20 Agustus adalah : mengambil kekuasaan dari Jepang, mengibarkan bendera Merah Putih, mengambil sekalian perbekalan Jepang. Pengambil alihan kekuasaan baru terujud tanggal 25 Agustus 1945 bertempat di belakang stasiun Kereta Api Solok.
6.      Batusangkar
Berita Proklamasi di Batusangkar menyebar beberapa hari setelah 17 Agustus, berita tersebut menyebar dari mulut ke mulut dan berdasarkan teks yang didapat oleh Zainuddin St. Kerajaan dari Khatib Suleiman.
7.      Sijunjung/Sawahlunto
Pertama kali dikabarkan oleh orang Jepang (bagian transport) dan dari Demang. Akhirnya menyebar dari mulut ke mulut dan sisambut gembira oleh rakyat.
8.      Padang Panjang
Pada tanggal 17 Agustus tersebut K. Dt. Rajo Sikumbang dapat menangkap berita Proklamasi yang disiarkan dari Jakarta. Kemudian disampaikan kepada Ibrahim Gandi dan Muin Dt. Rajo Endah. Kemudian mereka mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat lainnya dan para pemuda untuk mengibarkan Merah Putih di seluruh pelososk Padang Panjang. Terutama di tempat-tempat umum dan rumah-rumah penduduk.
9.      Pariaman
Sejak mendengar berita Proklamasi maka pemimpin-pemimpin pemuda seperti St. Saaluddin, Udin, Abu Rahim Rasyid mulai melakukan kegiatan untuk mengibarkan Merah Putih di bekas asrama Giyugun dan di tempat-tempat umum. Kehidupan orang Jepang dan Cina terancam akibat Proklamasi ini, karena mereka selama ini sangat dibenci oleh rakyat Pariaman.
Langkah-langkah Menuju Kemerdekaan
            Penyambutan oleh rakyat dan para pemimpin rakyat di Sumatera Barat dengan tersiarnya Proklamsi tersebut, maka  Moh. Syafei mengeluarkan Maklumat Kemerdekaan Indonesia dan mengakui kemerdekaan Indonesia serta menjunjung tinggi kedua pemimpin Indonesia Sukarno-Hatta. Hal ini disampaikan di Bukittinggi tanggal 29 Agustus 1945 dalam bentuk tertulis dan disebar luaskan ke seluruh rakyat Sumatera Barat. Itulah keputusan rapat yang diadakan di Bukittinggi tanggal 27 Agustus, kemudian keputusan kedua membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Barat (KNID)
            Pada tanggal 31 Agustus diadakan rapat KNI yang pertama di Alang Lawas, tepatnya di rumah Abduk Muluk. Dalam rapat tersebut diputuskan susunan pengurus KNID sebagai berikut :
·         Ketua                           : Muhammad Syafei
·         Ketua Muda I              : M.R. Dt. Perpatih Baringek
·         Ketua Muda II             : Dr. M Jamil Dt. Rangkayo Tuo
·         S. Usaha/Bendahara    : Mr. St. Mohammad Rayid
·         Anggota                       :
1.      Mr. M. Nasrun, Saadudin Jambak  (Bag. Persatuan dan Pendidikan)
2.      Ismail Lengah, Suleiman, H.A. Wahab Amin, dr. Nazaruddin, Burhanuddin (BPKKP)
3.      Ismail Lengah, Ahmaddin Dt. Barbangso, Rd. Suleiman (BKR)
4.      Dt. Majo Urang, Umar Marah Alamsyah, Dr. Atos Ausri Kesra)
5.      Rangkayo Dt. Temenggung, Syamsidar Jahya, Zubaidah Munaf, Hapipah L (Kaum Ibu)

Kemudian dibentuk juga KNI tingkat kewedanaan dan seterusnya tingkat nagari. Seperti yang dibentuk tingkat kewedanaan adalah :
1.      Payakumbuh
2.      Solok
3.      Batusangkar
4.      Sawahlunto
5.      Padang Panjang
6.      Pariaman
7.      Painan

Kemudian membentuk Badan Keamanan Rakyat berdasarkan keputusan rapat KNID maka BKR dibentuk secara resmi. Seluruh kelompok pemuda, barisan rakyat, mantan Heiho dan Giyugun umumnya bergabung dengan BKR. Dengan Pengurusnya adalah : Jamalus Jahya(Ketua), Marah M. Taher, Ismail Lengah, S.J. St. Mangkuto, H. Sirajuddin Abbas dan ditambah dengan 24 anggota lainnya.
Residen  I  Sumatera Barat ( 1 Okt s/d 15 Nop 1945)
            Dari hasil rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 ditetapkan pembagian wilayah pemerintahan Republik Indonesia terbagi atas 8 Propinsi, masing-masing Propinsi dikepalai oleh seorang Gubernur, dan setiap Propinsi dibagi dalam keresidenan,  8 Propinsi tersebut adalah : Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kecil, Maluku, Kalimantan dan Sulawesi. Jabatan Gubernur dan Residen dibantu oleh Komite Nasional.
            Sebagai Gubernur Sumatera yang pertama ditunjuk Mr. Teuku Moh. Hassan yang saat itu sebagai wakil Sumatera duduk dalam PPKI. Sedangkan di Sumatera Barat belum bisa melaksanakan pengangkatan Residen karena masih mendapat halangan dari Jepang, untuk sementara pemerintahan dijalankan oleh KNID. Para pemuda sibuk mengambil alih kantor-kantor yang dikuasai Jepang termasuk rumah-rumah orang Jepang dan menyerahkannya kepada KNID.
            Kondisi sepereti ini tidak dapat dipertahankan, maka dalam rangka mewujudkan cita-cita Proklamasi, rencana pemilihan Residen oleh bangsa sendiri yang telah menjadi bahan pembicaraan BPPI para tokoh pemimpin Sumatera Barat maka dipenghujung bulan Agustus 1945 melalui KNID memutuskan, mengangkat “ Mohd. Syafei sebagai Residen Sumatera Barat” terhitung tanggal 1 Oktober 1945. Keputusan KNID ini disetujui oleh Gubernur sambil menunggu pengesahaan dari Pusat.
            Kemudian Residen baru menetapkan dengan Surat Keputusan tentang personil yang akan menjabat di semua sektor untuk melengkapi struktur pemerintah.  Maka dibentuk untuk mengepalai posisi-posisi penting antara lain :
1.      Urusan Umum di kantor Residen Sumatera Barat : Mohamad  Rasyad, Dt. Perpatih Baringek
2.      Kantor Kesra Minangkabau    : Ahmad Arif, Dt. Majo Urang
3.      Pejabat Pengadilan       : Mr. Harun Al Rasyid
4.      Pejabat Kejaksaan       : Mr. St. Mohd. Rasyid dan A. Razak gelar Sutan Malelo
5.      Pejabat Polisi               : Raden Suleman
6.      Pejabat Kesehatan      : Dr. M. Jamil
7.      Pejabat Pengajaran      : A. Muluk
8.      Pejabat Urusan PU      : Moh. Jasin, Dt. Kayo
9.      Pejabat Pertanian         : Mohammad Said
10.  Pejabat Peternakan      : A.H. Endamora
11.  Pejabat Kehutanan       : Amir Hakim Siregar
12.  Pejabat Perhitungan Uang Negara       : R.M. Sanjoyo Sastroningrat
13.  Pejabat Administrasi Kas Negara       : Agus Sastradipraja
14.  Pejabat Kas Negara                           : Setti Heran gelar Sutan Namora
15.  Pejabat Pajak                                     : R. Supardi Pawirodiraja
16.  Pejabat Pegadaian                              : Mohammad Jakim
17.  Pejabat Duane                                    ; Abu Nawas
18.  Pejabat Cukai dan Perhubungan Laut  : Syamsuddin
19.  Pejabat Candu Garam                         : Burhanuddin gelar Majo Besar
20.  Pejabat Tera                                        : M. Sutono
21.  Pejabat Pos, Kawat Telepon dan Radio  : Sudibio
22.  Pejabat Kereta Api                                : Marah Badaruddin
23.  Pejabat Ombilin                                     : Rusli
Kemudian dipercaya untuk sementara mewakili pekerjaan Kepala Luhak :
1.      Padang dan sekitarnya                       : Jamalus Jahya gelar St. Pamuncak
2.      Painan                                               : Mohd. Syarif gelar St. Bandaro
3.      Kerinci Indrapura                              : M. Jarjis Babastani
4.      Tanah Datar                                      : Palin gelar St. Alamsyah
5.      Agam                                               : Muhammad Josan gelar St. Bijo Rajo
6.      50 Kota                                           : Syahfiri gelar St. Pangeran
7.      Solok                                               : Sutan Diatas, Dt. Bagindo Rajo
8.      Luhak Kecil Talu                              : Abdul Rahman gelar St. Larangan
Serta ditentukan menjadi Demang dan demang Muda, masing-masin Demang dan Demang Muda mengepalai pemerintahan dalam daerah masing-masing. Seterusnya Bukittinggi dan Padang ditetapkan sebagai Kota maka ditunjuklah yang menjadi Wali Kota. Untuk Kota Bukittinggi sebagai Wali Kota adalah “Bermawi” dan Wali Kota Padang ditunjuk “ Dr. A. Hakim” sehubungan A. Hakim tidak berada di tempat maka untuk menjalankan pemerintahan dilaksanakan oleh Wakil Wali Kota “ St. Ahmad”, ketika Sekutu berada di Padang diangkat Mr. Abu Bakar Jaar sebagai Wali Kota Padang.
Pada tanggal 15 Oktober 1945 Residen Mohd. Syafei mengadakan konferensi yang dihadiri oleh semua pejabat keresidenan Sumatera Barat yang baru diangkat untuk diambil sumpahnya bertempat di Kantor Residen (Balai Kota sekarang-red). Untuk mengefektifkan tugas jabatan masing-masing maka Gubernur mengeluarkan Maklumat keseluruh daerah dimana isi ‘maklumat” tersebut adalah : Ketua KNI Daerah tidak boleh memimpin pemerintahan dalam daerahnya, KNID harus diperkuat sebagai badan jelmaan Keamanan Rakyat, dalam KNID harus lengkap dari semua unsure, mesti ada wakil dari Pamong Praja, Polisi dan Pegawai-pegawai lainnya, Serikat Kerja, Koperasi dan orang-orang politik, dan buat sementara KNID harus merupakan Badan Perwakilan Rakyat yang membantu pekerjaan pemerintah
Karena Maklumat tersebut maka diadakan rapat pleno KNID Sumatera Barat, untuk mengangkat ketua yang baru menggantikan Mohd. Syafei yang sudah dipilih sebagai Residen. Maka ditetapkanlah Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo  sebagai Ketua KNI Daerah, Wakil Ketua I : Mr. St. Mohd. Rasyid, Wakil Ketua II : Mr. Nasrun.

TKR Laut menjadi ALRI

            Keresidenan Sumatera Barat langsung berhadapan dengan Samudera Hindia atau laut lepas. Oleh sebab itu penting sekali untuk melakukan pengamanan di wilayah laut, apalagi dimasa Jepang telah banyak para pemuda dilatih dan dididik oleh Jepang sebagai Kaigun. Disamping itu di Padang sudah ada Sekolah Pelayaran.
            Maka untuk mewujudkan keamanan pantai dan laut maka dibentuklah Tentara Keamanan Rakyat Laut (TKR Laut). Dr. M. Jamil selaku ketua KNI Sumatera Barat pada pertengahan Oktober 1945, memerintahkan kepada Nizarwan (kep. Pelabuhan Muaro) untuk segera membentuk TKR Laut dan kerjasama dengan  guru-guru Sekolah Pelayaran termasuk tokoh-tokoh Rukun Pelayaran dan Maritim. Rapat pertama diadakan di rumah Samik Ibrahim di Palinggam, maka hasil rapat menyepakati susunan pengurus TKR Laut yaitu :
Komandan                              : Nizarwan
Koordinator                             : Mas Syahbirin
Komandan Ketentaraan           : Wagimin
Kepala Tata Usaha                  : Wahab dibantu oleh J. Rajo Intan dan Khaidir
Kepala Keuangan                    : Samik Ibrahim
Kepala Perlengkapan              : A n a s
Komandan Markas                 : Zakir Bin Hamzah
Markas                                  : di Padang
            Setelah terbentuk susunan pengurus maka dihimbau kepada bekas Kaigun serta pemuda-pemuda yang berminat   terhadap laut untuk segera mendaftarkan diri. Dalam waktu singkat tercatat sebanyak 600 orang menjadi anggota TKR Laut.
            Sebelumnya hubungan Tentara Sekutu dengan TKR Laut cukup baik sehingga TKRL bebas lalu lalang di Teluk Bayur. Hubungan tersebut mulai meruncing disebabkan oleh intimidasi NICA (Belanda). Oleh karena itu dipindahkan Markas ke Ampang Pulai (Tarusan), pada Nopember 1945 dibawah pimpinan WAGIMIN, Sedangkan beberapa komandan dan perwira staf tetap berda di Padang. Pada tanggal 25 Januari 1946 TKR Laut menjadi TRI Laut, pada tanggal 19 Juli 1946 resmi namanya menjadi ALRI
            Maka tanggal 8 Maret 1946 diresmikan Sub Markas TKRL di Ampang Pulai dibawah pimpinan Mayor Suleiman. Karena suasana makin gawat Sub Markas Ampang Pulai akan dijadikan Markas Besar dan akan diresmikan tanggal 17 Agustus 1946, Pada bulan Juni 1946 dikirim utusan untuk menemui Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo meminta kesediaan beliau untuk hadir pada acara peresmian tersebut karena TKRL ini merupakan inisiatif beliau. Tetapi karena hal yang tidak memungkinkan maka keputusan tersebut tidak terwujud. Maka Staf Komando ALRI bergeser ke Pariaman (Agustus 1946), dan sebagai pucuk pimpinan ALRI adalah Mayor Suleiman.  Markas Pariaman dikenal dengan nama Residen ALRI Divisi IX Sumatera Tengah. Disamping itu ada 2 Sub Pangkalan ALRI :
1.      Sub Pangkalan Painan             : dipimpin oleh Letnan I  Wagimin
2.      Sub Pangkalan Mentawai       : dipimpin oleh Letnan II  P. Siahaan

Residen  II  Sumatera Barat ( 15 Nop 1945 s/d 14 Mar 1946)
Mohd. Syafei meminta untuk mundur dari jabatannya karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan dan menyerahkan jabatan kepada KNID. Pada rapat KNID tanggal 15 Nopember 1945 menunjuk Moh. Rasyad Dt. Perpatih Baringek sebagai Residen yang sebelumnya menjabat sebagai wakul Residen. Pada dasarnya beliaulah yang melaksanakan tugas Residen sehari-hari di kantor Residen.

Penyempurnaan Angkatan Bersenjata
            Setelah Kemerdekaan direbut, Indonesia menghadapi tidak hanya Jepang tapi juga Sekutu. Inggris ditugaskan untuk menerima penyerahan Jepang di Indonesia, serta mengembalikan semua tawanan (Jepang) ke negeri asalnya. Yang sangat dikhawatirkan adalah Inggris berjanji akan mendudukan kembali Belanda sebagai penguasa Indonesia.
            Melihat situasi seperti ini Presiden RI mengeluarkan Maklumat (5 Oktober 1945) untuk segera membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR), berdasarkan Maklumat tersebut dipanggil mantan Mayor KNIL “ Urip Sumoharjo dari Jogyakarta untuk membentuk ketentaraan. Kepada Urip Sumoharjo diberikan pangkat Letnan Jenderal dengan jabatan Kepala Staf Umum dan diberikan wewenang untuk mengakangkat perwira.

Tentara Keamanan Rakyat (TKR)
            Setelah mendapat kuasa , maka Letnan Jenderal Urip Sumoharjo membentuk Markas Tinggi TKR berkedudukan di Jogyakarta. Republik  Indonesia dibagi atas 2 Komandemen :
1.      Komandemen Jawa terdiri dari 10 Divisi
2.      Komandemen Sumatera terdiri dari 6 Divisi
Kedua Komandemen diatas dibawahi oleh Markas Tertinggi TKR.
Pemerintah c.q Menteri Pertahanan mengangakat Dr. Adenan Kapau Gani sebagai Koordinator TKR di Sumatera, selanjutnya membentuk Markas Besar TKR Umum Sumatera dan menunjuk Mayor Jenderal Suharjo Harjomarjoyo sebagai pemimpin Markas Besar Umum.

Divisi-divisi di Sumatera adalah :
1.      Divisi I meliputi Sumatera Selatan bagian Selatan dan bagian Barat, berkedudukan di Lahat dibawah pimpinan Kolonel M. Simbolon kemudian Kolonel Barlian
2.      Divisi II meliputi Sumatera Selatan bagian Utara dan Timur serta Bangka-Belitung berkedudukan di Palembang dibawah pimpinan Kolonel Hasan Kasim kemudian Kolonel Bambang Utoyo
3.      Divisi III meliputi Sumatera Barat dan Riau berkedudukan di Bukittinggi dibawah pimpinan Kolonel Dahlan Jambek
4.      Divisi IV meliputi Sumatera Timur berkedudukan di Medan kemudian di Pematang Siantar dibawah pimpinan Kolonel Ahmad Tahir kemudian Kolonel Hotman Sitompul
5.      Divisi V meliputi Aceh berkedudukan di Bireun dibawah pimpinan Kolonel Syamaun Gaharu kemudian Kolonel Husin Syah
6.      Divisi VI meliputi Tapanuli dan Nias berkedudukan di Sibolga dibawah pimpinan Kolonel Muhammaddin Sinartang
Di Sumatera Barat pembentukan Diviisi tertunda sampai Januari 1946. Tetapi penyempurnaan BKR menjadi TKR beberapa hari setelah Maklumat Presiden.
Di Padang terealisasi tanggal 10 Oktober 1945 sedangkan di Bukittinggi tanggal 14 Oktober 1945. Dengan penggantian BKR menjadi TKR maka terbuka kesempatan bagi pemuda-pemuda yang akan ikut membela kemerdekaan, sehingga jumlah anggota BKR bertambah dengan cepat. Dalam waktu singkat terbentuklah batalyon-batalyon lengkap dengan komandannya dan sebagai coordinator TKR diangkat Ismael Lengah.
            Batalyon-batalyon tersebut adalah :
1.      Batalyon Padang dipimpin oleh Jazid Abidin
2.      Batalyon Bukittinggi dipimpin oleh A. Halim
3.      Batalyon Padang Panjang (merapi) dipimpin oleh Anas Kasim
4.      Batalyon Tanah Datar dipimpin oleh  Dahlan Ibrahim
5.      Batalyon Pariaman (nan tongga) dipimpin oleh Mahyuddin Tonek
6.      Batalyon Sawahlunto Sijunjung dipimpin oleh A. Hamid
7.      Batalyon 50 Kota dipimpin oleh Makinuddin
8.      Batalyon Simpang Gaung/ Air Haji dipimpin oleh Alwi St. Marajo
9.      Kompi Pasar Usang (Singa Ps. Usang) dipimpin oleh Kemal Mustafa

Upaya Mendapatkan Persenjataan
Menjelang terbentuknya Divisi III maka TKR sudah mulai melengkapi diri dengan persenjataan, karena kesatuan harus punya senjata. Untuk mendapatkan senjata tersebut sasaran utama adalah senjata-senjata dari Polisi dengan mencuri dari senjata  Giyugun yang merupakan senjata bekas Belanda. Selain itu juga didapat karena hubungan baik antara Jepang dan BKR/TKR. Tetapi yang paling banyak didapat dari hasil “pencurian” di gudang senjata Jepang. Pencurian tidak hanya dilakukan oleh tentara tetapi juga dilakukan oleh para pemuda bahkan betul-betul pencuri.
Di Batusangkar terdapat asrama dan gudang senjata Jepang. Dengan menghubungi kepala tentara Jepang, Ismael Lengah berharap mereka mau menyerahkannya senjata tersebut. Awalnya mereka bersedia, sehingga Ismael Lengah bersama pembesar-pembesar Jepang pergi ke Batusangkar. Tetapi yang terjadi adalah sesampainya di Batusangkar Jepang menyerang mengepung kantor BKR karena 2 opsir Jepang terbunuh di Sikaladi. Kemudian Jepang bersedia berunding dan mereka meminta tidak ada lagi Jepang yang dibunuh. Dan untuk mendapatkan senjata tersebut gagal.

Pada tanggal 1 Januari 1946 dibentuk Divisi di Sumatera Barat, sedangkan senjata sudah mulai memadai. Pembentukan Divisi ini atas inisiatif : Dahlan Jambek, Ismael Lengah dan Syarif Usman. Rapat diadakan di Bukittinggi dan memutuskan bahwa :
1.      Dahlan Jambek     : Komandan Divisi berkedudukan di Bukitinggi (Sumbar-Riau)
2.      Syarif Usman         : Komandan Resimen I, Markas di Bukittinggi (Pasaman,  Payakumbuh, 50 Kota dan Pd. Panjang)
3.      Dahlan Ibrahim     : Komandan Resimen II, Markas di Bt. Sangkar (sampai Kerinci)
4.      Ismael Lengah       : Komandan Resimen III, Markas di Lb. Alung (Padang, Pd. Pariaman dan Solok)
5.      Hasan Basri           : Komandan Resimen IV, Markas di Pekan Baru (seluruh Riau)

Keputusan tersebut disampaikan kepada Wakil Menteri Pertahanan RI untuk Sumatera Dr. A.K. Gani kemudian diperkuat menjadi Keputusan Menteri Pertahanan dan menetapkan kepangkatan sebagai berikut :
·         M. Dahlan Jambek                  : Kolonel
·         Syarif Usman                           : Letnan Kolonel
·         Dahlan Ibrahim                       : Letnan Kolonel
·         Ismael Lengah                         : Letnan Kolonel
·         Hasan Basri                             : Letnan Kolonel
Sangatlah jelas bahwa pembentukan Tentara di Sumatera Barat berdasarkan keputusan di daerah atas musyawarah dan mufakat, bukan ditunjuk dari Pusat.

TKR berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI)
            Pada tanggal 7 Januari 1946 sesuai dengan Penetapan Perintah No.2/SD, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diganti namanya menjadi Tentara Keselamatan Rakyat, kemudian pada Penetapan No.4 /SD tanggal 25 Januari 1945 diganti lagi menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI).
            Pada bulan April 1946 di Sumatera Barat barulah terlaksana penyempurnaan organisasi sebagai berikut :
a)      Komandan Divisi III                            : Kol. Dahlan Jambek
b)      Kepala Staf Umum/MO                         : Letkol. Jazid Abidin
c)      Kep. Staf Organisasi/Personalia              : Letkol. K. Dt. Malilik Alam
d)      Kepala Staf Siasat                                  : Letkol. Dahlan Ibrahim
e)      Kepala Staf Operasi                               : Letkol. A. Halim
f)       Kepala Polisi Tentara                              : Mayor Syafei
g)      Kepala Badan Penyidik                          : Kapten Leon Salim
h)      Kepala Keuangan & Intendans               : Mayor Gazali,  kemudian Mayor Chaidir Hamid
i)        Kepala P&K                                          : Mayor Nasrun, kemudian Mayor Syofyan Ibrahim
j)        Kepala Perhubungan                              : Mayor Sudarso, kemudian Kapten Suhadi
k)      Kepala Kesehatan                                 : Letkol. Dr. Nazaruddin
l)        Kepala Pendidikan/Latihan                     : Mayor Munir
m)   Kepala Penerangan                                 : Kapten Khatib Salim, kemudian Kapten Nasrun As

Sebelum Sekutu tiba di Padang (13 Oktober 1945) Jepang sudah diperintah oleh Sekutu untuk mengosongkan Gedung Residen tersebut. Maka sejak saat itu semua arsip dipindahkan ke Muaro (bekas Kantor Gubernur), pemindahan berlangsung khidmat karena semua pegawai dan arsip dipindahkan sambil membawa sang Merah Putih. Sebagai orang yang berpengalaman di pemerintahan langkah pertama dilakukan oleh Mohd. Rasyad adalah melakukan mutasi besar-besaran, perubahan untuk posisi-posisi tertentu sesuai dengan keahlian dibidang masing-masing. Maka tanggal 23  Januari 1946, diumumkan pengangkatan Wakil Wali Kota dan Demang-Demang di Sumatera Barat sebagai berikut :
1.      Wakil Wali Kota Padang dijabat oleh Bgd. Aziz Chan sebelemnya pegawai kantor Penyelidikan di Padang Panjang
2.      Wakil Wali Kota Bukittinggi dijabat oleh Iskandar Tejasukmana sebelumnya anggota Komite Nasional.
Pengangkatan Demang-Demang
Diperbantukan kepada :
1.      Residen Sumatera Barat sebagai Demang : Dahlan Dt. Junjung Marajo sebelumnya Demang Muda di Kantor Residen Sumatera Barat
2.      Wali Kota Padang                   : Naazim gelar St. Syarif dari Demang Kota Padang
3.      Wali Luhak Painan Kerinci    : Jamalus Yahya gelar St. Pamuncak dari Demang Padang Luar Kota
4.      Wali Luhak Agam                    : Anwar, Dt. Majo Basa Nan Kuning dari Demang Muda Indrapura (Kedemangan Kerinci Indrapura)
5.      Wali Luhak Tanah Datar             : Ali Akbar dari Demang Alahan Panjang
6.      Wali Luhak 50 Kota                  : Bagindo Murad dari Demang Solok
7.      Wali Luhak Solok                      : Eny Karim dari Demang Muda Air Bangis
8.      Wali Luhak Pasaman                 : Abdul Hakim dari Demang Muda Padang Luar Kota
9.      Demang Padang                     : Harun Al Rasyid dari Demang Muda Sarik Kedemangan Agam Tua-Luhak Agam
10.  Demang Pariaman                      : Nuskam dari Demang Air bangis
11.  Demang Lb. Alung                     : Sutan Alifudi Saldin
12.  Demang Painan                      : Ahmad Suib dari Ketua Komite Nasional Batusangkar
13.  Demang Kerinci                         : M. Adnan dari Ketua Komite Nasional Kerinci Indrapura
14.  Demang Bala Selasa                  : Basaruddin dari Demang Muda Tarusan
15.  Demang Agam Tua                    : M. Syarif St. Bandaro dari Demang Painan

16.  Dan semua Demang-Demang tersebut bertugas di Kedemangan masing-masing untuk menjalankan pemerintahan. Jumlah Demang dan Wali Luhak adalah 29 titik termasuk Wali Kota.
Kemudian tanggal 4-5 Desember 1945 KNID mengadakan Sidang Pleno yang ke IV, memutuskan tentang :
1.      Pembentukan Dewan Harian dan Dewan Eksekutif
Dewan Harian : Dr. M. Jamil (ketua), Bakhtaruddin, Syarif Usman, Marzuki Yatim, Darwis Thaib, Abdullah  Kamil, Usman Keadilan dan Saalah St. Mangkuto (anggota)
Dewan Eksekutif        : Residen (ketua), Mr. Mohd. Rasyid (Wakil), Mr. Nasrun, Khatib Suleiman, Anwar St. Saidi dan Abdullah (anggota)
2.      Memilih 20 orang anggota yang akan duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatera
3.      Menunjuk Mr. Nasrun untuk duduk di Komite Nasional Pusat
4.      Mengusulkan kepada pemerintah : mengatur distribusi bahan makanan, membentuk Pejabat Penerangan, Sosial dan Agama, mengatur bhakti-bhakti dari rakyat, mengatur pembelanjaan TRI dan mengambil over barisan TRI, mengatur pengangkutan bermotor.
KNI sekarang sudah merupakan Dewan Perwakilan Rakyat, maka setiap usul, permohonan atau ketentuan dari rakyat disampaikan lewat perantara :
1.      Anggota KNI Sumatera Barat mengenai Sumatera barat
2.      Anggota KNI Kerwedanan mengenai Kewedanaan
3.      Anggota KNI Nagari jika mengenai Nagari
Untuk menyusun rencana tersebut dibentuk Panitia untuk menyusun aturan rumah tangga dan cara pemilihan anggota dewan. Panitia tersebut adalah : Adinegoro, Jamin Dt. Bagindo, H. Basyarah Lubis. Dalam siding ini para anggota mengusulkan Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo menjadi Residen Sumatera Barat menggantikan Residen M. Rasyad Dt. Perpatih Baringek yang ditugaskan di Gubernur Sumatera Medan.

Residen  III  Sumatera Barat ( 17 April s/d 2 Juli 1946)
            Dari hasil sidang Pleno KNI ke V mengusulkan Dr. M. Jamil sebagai Residen Sumatera Barat pengganti M. Rasyad Dt. Perpatih Baringek. Semua anggota sidang sepakat dengan usulan tersebut. Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo dikenal dengan julukan “Pak Lipat” karena pengaruh semangat revolusi yang masih menyala dan jika sedang berpidato selalu bersemangat dan berteriak “ lipat saja siapa yang ragu-ragu” . Sejalan dengan penggantian Residen maka Dewan Harian dan Dewan Eksekutif juga mengalami perubahan. Dan bertepatan tanggal 17 April rombongan Pusat tiba di Sumatera Barat diantaranya : M. Natsir (Menpen), H. Rasyid (Menag). Semua masalah yang berhubungan dengan pemerintahan dan ketentraman diselesaikan. Pada tanggal 27 April 1946 Dewan Harian dihapus dan Dewan Eksekutif dirubah susunannya menjadi sebagai berikut :
1.      Ketua                : Dr. M. Jamil (Residen)
2.      Wk. Ketua        : Marzuki Yatim
3.      Anggota            : Azis Chan, Syarif Said dan BM. Thahar

Sebagai Residen Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo terkenal dengan anti kompromi terhadap orang yang anti Republik. Keberanian beliau sungguh tidak diragukan lagi “lipat saja” bagi siapa saja yang anti Republik. Apalagi ketika itu bentrokan antara RI dengan Sekutu/Nica makin memuncak disamping kericuhan dikalangan Republik sendiri. Semasa Residen Dr. M. Jamil terjadi pendemokrasian pemerintahan negeri. Ditetapkan pemerintahan Negeri terdiri dari 3 unsur pimpinan yaitu; Kepala Negeri, Dewan Perwakilan Negeri (dipilih langsung) dan Dewan harian Negeri (dipilih tidak langsung). Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Negeri dilakukan serentak pada tanggal 25 Juni 1946 dan pemilihan Wali Negeri tanggal 10 Juli 1946. Semua keputusan dituangkan dalam Maklumat Residen Sumatera Barat No. 20/46 dan No. 21/46 tanggal 21 Mei 1946.
Keputusan Gubernur Sumatera No. 143 tertanggal 2 Juli 1946, yang berdasarkan Keputusan Rapat Dewan Perwakilan Sumatera tanggal 17 s/d 19 April 1946, dalam Keputusan Gubernur tersebut dituangkan bahwa Sumatera dibagi 3 Sub Propinsi yaitu Sub Propinsi Sumatera Utara, Sub Propinsi Sumatera Tengah dan Sub Propinsi Sumatera Selatan. Masing-masing Sub Propinsi dikepalai oleh Gubernur Muda.  Dr. M. Jamil Dt. Rangkayo Tuo ditunjuk oleh Gubernur Sumatera Mr. Teuku M. Hasan sebagai Gubernur Muda Sub Propinsi Sumatera Tengah. Sehubungan dengan itu pada Rapat Pleno ke VII di Padang Panjang, KNI memilih pengganti Dr. M. Jamil sebagai Residen Sumatera Barat. Maka jatuhlah pilihan kepada Mr. St Mohd. Rasyid yang sebelumnya menjabat Wakil Ketua KNID sebagai Residen Sumatera Barat.